21 Perupa Membakar Kembali Semangat Berkarya Di KOI Gallery, Kemang, Jakarta Selatan.
Artworld, Jakarta – Komunitas Jakarta Illustration Visual Art [JIVA] menampilkan 40 karya dari 21 perupa di KOI Gallery, Kemang, Jakarta Selatan hingga 29 September 2019. Bertemakan Light My Fire, JIVA menggelar kembali pameran bersama seni kontemporer melalui kesadaran diri berexplorasi para seniman membakar semangat dalam berkarya.
“Light My Fire” mengungkapkan semangat seniman yang menyala kembali lewat karya-karyanya. Setelah situasi politik berlalu, seniman ikut terpecah belah yang dikarenakan efek secara tidak lansung oleh pilihan masing – masing yang berbeda.Di sini, pada kesempatan ini mereka bersatu lagi, dan mengungkapkan rasa kebersamaan lewat pameran ini. Pameran ini menjadi bukti agar masyarakat Indonesia bisa melihat bahwa seni rupa Indonesia tetap kuat,” ujar Ghanyleo, penggagas JIVA, saat pembukaan pameran, Senin (9/9) malam.
Pengungkapan berkarya yang beraneka ragam dan gaya, membuat seniman-seniman yang mengikuti pameran kali ini mampu mengungkapkan semangat seperti membakar ide inspirasi dari dalam diri. Pada umumnya karya yang ditampilkan merupan karya terbaru seperti terlihat dari satu karya dari Ponk-Q Harry Purnomo yang dibuat dari 2003 tapi dapat dirasakan selaras dengan tema pameran.
“Saya sendiri membawakan karya berjudul ” Light My Fire “. Buat saya, waktu begitu cepat berlalu, bahkan lebih cepat dari kuda berlari. Dari waktu kewaktu pikiran manusia dikembangkan oleh ide atau sensasi baru dan tidak pernah menyusut kembali ke dimensi sebelumnya. Tiba-tiba saja sudah berganti hari. Inspirasi saya muncul karena senang nonton pacuan kuda dan masa lalu gaya surealisme Salvador Dali,” tutur Ghanyleo, founder Jakarta Illustration Visual art [ JIVA ].
Krieger menciptakannya dengan melodi dan menulis sebagian besar lirik tentang api yang berkobar dalam semangat. Pada awalnya, lagu itu memiliki rasa merakyat, tetapi lebih menyala ketika Jim Morrison menulis ayat kedua (“cinta kita menjadi pembakaran kayu …”) dan Ray Manzarek datang dengan intro organ yang terkenal. Drummer John Densmore juga berkontribusi, tampil dengan ritme. Seperti semua lagu Doors di era ini, band ini berbagi kredit komposer.
Ini menjadi lagu khas The Doors. Termasuk di album pertama mereka, itu adalah hit besar dan meluncurkan mereka menjadi bintang.
Come on baby, light my fire
Come on baby, light my fire
Try to set the night on fire
The time to hesitate is through
No time to wallow in the mire
Try now we can only lose
And our love become a funeral pyre
Kembali pada pameran kali ini, konsistensi pada tema juga diperlihatkan Dewiyanti Lim. Pelukis wanita kelahiran Surabaya ini memilih objek sosok tubuh wanita tanpa wajah. Karya anyar tahun 2019 ini mengeksplorasi kombinasi warna terang dan gelap cat akrilik berjudul Light My Fire. Kekuatan Dewiyanti terlihat pada komposisi warna yang memberi pancaran cahaya berpendar sekaligus efek siluet dari lekukan tubuh indah sang wanita.
Pada kanvas berjudul The Beauty of Togetherness, Lully Tutus menampilkan permainan komposisi warna dan distorsi bentuk. Siapapun penikmatnya bisa menangkap semangat eskapisme imajiner seorang Lully. Sepintas pelukis wanita kelahiran Rembang ini seolah mengajak orang berkelana di alam surealis masa kecil. Sebongkah jamur besar tampak menjadi “rumah” yang indah di tengah-tengah taman bunga yang penuh aneka warna.
Frigidanto Agung seorang pengamat seni rupa mengatakan semangat berkarya merupakan kata kunci dalam penciptaan karya. Melalui semangat penciptaan, seniman mengeksplorasi gagasan dan mengubah ide-ide yang ada dalam pikiran menjadi karya nyata. Pameran ini juga memberi kesempatan nyata tentang kehadiran seniman dan gagasannya bertarung dengan semangat penciptaan bersama-sama.
Pada hakekatnya, seorang seniman membutuhkan api dalam dirinya untk tetap membakar semangat ide kreatifitas demi tercapainya proses penciptaan. Seperti halnya The Doors, dari konteks lagu “ Light My Fire dapat dibaca sebagai semacam pandangan nihilistik tentang seks sebagai metafora kehidupan, di mana akhir (kematian) dan awal (orgasme) tidak dapat dibedakan. Ini juga dapat dilihat sebagai komentar tentang belitan cinta, seks, dan kematian dalam percintaan.
Seorang komentator menyatakan lirik mengingatkannya pada bunuh diri bersama seorang kekasih, seperti Romeo dan Juliet yang rela. Kemewahan kematian meminjamkan kekasih Shakespeare yang bersilangan bintang tempat mereka di hati kita, dan hal yang sama dapat dikatakan tentang Morrison sendiri, pada akhir di usia mudanya yang tragis telah membuatnya menjadi dewa seks, abadi dengan cara yang sama seperti yang ia impikan untuk menjadi kenyataan.
Belum pernah sebelumnya dalam sejarah #MusicIndustry memiliki ungkapan sederhana seperti “Ayolah sayang, nyalakan api” memiliki efek penting pada industri musik dan pikiran jutaan pendengar di seluruh dunia. Berkat frasa ini, perhatian semua orang yang tepat tertangkap dan ini menyerukan revolusi yang memberontak di industri musik di mana Musik Psychedelic sekarang berada di garis depan #RockNRoll. “Light My Fire” mungkin dapat dianggap sebagai lagu yang menghasilkan paling terbaik di band ini ketika vokalis flamboyan vokalis # JimMorrison dipajang untuk dilihat oleh seluruh dunia, disertai dengan musik yang luar biasa dari trio musisi transcend #PsychedelicRock tingkat yang sama sekali baru.
Jelas bahwa tema pameran kali ini diangkat dari judul lagu Light My Fire, karena jika kita melihat aora seni rupa dinegeri ini akhir akhir ini fluktuatif menurun dikarenakan masyarakat yang mana 1 thn terakhir lebih cendrung dipengaruhi suhu politik dalam negeri karena peyelenggaraan Pemilu, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Jelas juga bahwasanya para seniman secara tidak lansung dipengaruhi suasana ini dan sedikit banyaknya mengganggu proses kreatifitas berkarya. Dan kesmepatan dari situasi ini, akhirnya JIVA memilih tema “ Light My Fire “ pada pameran kali ini agar api yang mulai redup didalam diri seniman – seniman dapat terbakar lagi.
Lima dekade setelah perilisannya “Light My Fire” terus menunjukkan betapa memikatnya “The Doors” bagi seluruh generasi penggemar dan musisi. Lagu ini sekarang menjadi identitas revolusi psikedelik dan seksual tahun 60-an.
“Apa yang dilakukan Ghany dengan JIVA ini adalah satu gerakan seni kontemporer yang bukan hanya soal karya. Kontemporer itu ya semacam ini, seniman berkumpul bersama lalu membuat sesuatu. Gerakan ini harus terus berlangsung yang bisa direpresentasikan pada pameran lukisan. Lewat pameran ini, aktivitas seniman diketahui masyarakat dan menjadi tempat seniman untuk bereksplorasi serta tempat menunjukkan hasil eksperimennya,” tambahnya.
Di pameran kali ini, JIVA menampilkan 37 karya dari 21 perupa yakni Dewiyanti Lim, Ghanyleo, Iryanto Hadi, Visithra Manikam (Malaysia), Dolly Andrie, Lully Tutus, Mufid, Firdaus Musthafa, Sri Hardana, Dara Sinta, Anna Josefin, Ade Pasker, Dani Kus, Krismarliyanti, Johnny Gustaaf, I Made Dewa Mustika, Hendrikus David Arie, RB.Ali, Ponk-Q Hary Purnomo, Silviana Tahalea, dan Syis Paindow.
Light My Fire akan tetap berkobar membakar semangat para perupa, menciptakan karya-karya terbaru untuk pameran- pameran berikutnya. Baik pameran bersama ataupun solo, kita sama harapkan gagasan kraetif dari Jiva [ Jakarta Illustration Visual Art ] akan menginspirasi untuk perupa-perupa tanah air.
oleh : Fitrajaya Nusananta